Bahasa

Konteks

Sebagian besar masyarakat Indonesia rentan terhadap bencana alam dan wabah penyakit. Tujuh puluh lima persen penyakit menular yang muncul selama beberapa dekade terakhir adalah penyakit zoonosis yang dapat menyebar antara hewan dan manusia. Selain itu, wabah seperti COVID-19, campak, polio, demam berdarah, rabies, leptospirosis, difteri, pertusis, dan penyakit mulut dan kuku pada hewan menggarisbawahi meningkatnya ancaman kesehatan dan menekankan pentingnya kerja sama untuk melindungi masyarakat.

Pada awal tahun 2023, lebih dari 40 persen penduduk Indonesia tinggal di daerah  dan sebagian besar mata pencaharian terkait dengan sektor pertanian dengan risiko lebih tinggi terhadap penyakit menular dan wabah penyakit zoonosis. Oleh karena itu, kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, sektor swasta, dan mitra lainnya menjadi sangat penting untuk mencegah, mendeteksi, dan merespons ancaman penyakit secara efektif.

Letak geografis Indonesia yang bervariasi dan luas ditambah dengan tekanan populasi menempatkan masyarakat di posisi rentan terhadap ancaman bencana alam dan krisis kesehatan. Masyarakat Indonesia bisa berperan penting agar siap dan bisa memitigasi risiko kesehatan di masa depan.

USAID Community Epidemic and Pandemic Preparedness Program (CP3)

USAID CP3 yang dilaksanakan oleh Federasi Internasional Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) bersama Palang Merah Indonesia (PMI) memperkuat kemampuan masyarakat, masyarakat sipil, dan mitra lainnya untuk mencegah, mendeteksi, dan merespons ancaman penyakit serta bersiap menghadapi tantangan masa depan.

Di Indonesia, program ini memastikan bahwa masyarakat menerima informasi penting tentang penularan penyakit dan cara mencegahnya, membangun sistem deteksi wabah dan mekanisme komunikasi untuk berbagi informasi secara tepat waktu dengan sistem layanan kesehatan dengan melibatkan masyarakat. CP3 juga membantu mempersiapkan first responder untuk membantu Pemerintah Indonesia dalam merespons wabah saat ini dan di masa depan.

Hasil

  • Memperkuat sistem surveilans berbasis masyarakat dengan melibatkan sekolah, universitas, dan fasilitas kesehatan melalui acara dan kegiatan masyarakat; melatih tokoh masyarakat dan agama, petani, pekerja media, dan staf terkait di perusahaan;
  • Membantu pengembangan dan peluncuran Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Infeksius Baru (PERMENKO 7/2022) yang dapat menular dari hewan ke manusia, termasuk surveilans berbasis masyarakat;
  • Melatih lebih dari 1.600 relawan dalam kesiapsiagaan dan respons epidemi;
  • Mendukung fasilitas kesehatan PMI dalam program Pencegahan dan Pengendalian infeksi;
  • Memfasilitasi perluasan surveilans berbasis masyarakat di tingkat nasional melalui penerapan PERMENKO 7/2022 dan penerapan peta jalan surveilans bersama, serta peningkatan pengelolaan data untuk kesiapsiagaan dan respons terhadap epidemi; dan
  • Mengembangkan Instrumen Pemetaan untuk menyediakan data penting yang diperlukan yang akan membantu responder mengambil keputusan berdasarkan bukti jika ada krisis kesehatan.

Narahubung

Monica Latuihamallo, USAID di mlatuihamallo@usaid.gov
Dwi Handayani, IFRC di dwi.handayani@ifrc.org

 

Image
Dua orang berbagi informasi kesehatan melalui telepon genggam.
IFRC
Share This Page